Kembali lagi ke atas

24.10.10

SMART GREEN CITY PLANNING, KONSEP PEMBANGUNAN PERKOTAAN MASA DEPAN

Perkembangan kawasan kota yang semakin pesat menyebabkan tingginya desakan terhadap pemenuhan kebutuhan ruang hunian dan aktivitas ekonomi.

Hal tersebut berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang bisa menciptakan urban paradox, di mana kota yang diharapkan menciptakan kesejahteraan justru melahirkan kantong-kantong kemiskinan baru. Oleh karena itu, upaya mengendalikan kawasan perkotaan harus berbasis pada penataan ruang dan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pembangunan berkelanjutan tersebut adalah konsep smart green city planning
Smart green city planning menghasilkan sebuah rencana kota yang secara cerdas memenuhi kebutuhan dan memberikan solusi terhadap masalah di kota tersebut, dengan memperhatikan aspek adaptasi terhadap bencana dan mitigasi terhadap permasalahan lingkungan,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Imam Santoso Ernawi di Jakarta, Kamis (21/10).
Imam menambahkan, pendekatan smart green city planning memiliki terdiri atas 5 konsep utama yang diperinci ke dalam berbagai strategi dan aksi. Pertama, konsep kawasan berkeseimbangan ekologis (ecological balance complex). Strategi yang perlu dilakukan adalah mengupayakan keseimbangan air (water balance), keseimbangan karbondioksida (CO2 balance), dan keseimbangan energi (energy balance). Langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain penggunaan teknologi sirkulasi air hujan, pelestarian hutan, maupun penggunaan energi matahari (solar energy).
Kedua, konsep desa ekologis (eco village), yang terdiri atas 3 strategi, yaitu penentuan letak kawasan (complex placement), arsitektur, dan transportasi. Strategi tersebut dieksekusi dengan beberapa aksi, antara lain : kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum. Ketiga, konsep kawasan perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan strategi pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau.
Keempat, konsep kawasan pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam cara, antara lain pengumpulan air hujan, pembangunan kolam kecil, sistem pengolahan air kota, dan sebagainya. Kelima, konsep taman tadah hujan (rain garden), diwujudkan melalui strategi penyerapan air dari atap rumah, jalan, dan trotoar. Aksi yang dapat dilakukan antara lain pembangunan kolam, sculpture, dan taman bermain.
Dirjen Penataan Ruang menambahkan, pendekatan smart green city planning juga merupakan sebuah pendekatan yang memperhatikan berbagai aspek, di antaranya segi lingkungan hidup, ekonomi, sosial budaya, serta good governance. Di bidang lingkungan hidup, kebijakan yang diambil adalah pembangunan ruang terbuka hijau dan pengendalian emisi karbon. Perlu dilakukan pula pengelolaan kawasan di sepanjang aliran sungai/tepi air, dan kebijakan mitigasi serta adaptasi dalam rangka mengurangi resiko bencana.
Di bidang ekonomi, perlu diterapkan kebijakan yang mengakomodasi keseimbangan peran sektor swasta dan ekonomi lokal. Pun dengan sektor informal dan tradisonal, yang perlu dilindungi serta diberdayakan. Selain itu, pengembangan transportasi harus disesuaikan dengan tata ruang kota. Sementara itu, di bidang sosial budaya, konsep smart green city planning menekankan perlunya pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan arus urbanisasi, kependudukan, permukiman, serta pelestarian identitas budaya lokal. Terakhir, di bidang good governance, kebijakan yang harus diperhatikan adalah menyangkut kepemimpinan kabupaten/kota (urban leadership), peningkatan kapasitas kelembagaan kota, dan peningkatan pelayanan publik serta aksesibilitas informasi.

selengkapnya......

13.4.10

BUTUH RP 2 TRILIUN PER TAHUN UNTUK PENINGKATAN INFRASTRUKTUR JALAN DI PAPUA


Luasnya wilayah dan kurangnya infrastruktur jalan di daerah Papua menyebabkan sulitnya masyarakat mengakses kawasan di Papua menggunakan angkutan darat. Sehingga, angkutan udara yang masih menjadi andalan masyarakat menyebabkan mahalnya harga barang di Papua. Untuk itu diperlukan infrastruktur jalan agar membuka akses daerah terisolasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi Papua.

”Untuk wilayah Papua, paling tidak membutuhkan dana Rp 2 triliun per tahun agar pembangunan infrastruktur jalan Trans Papua dapat terpenuhi”, ujar Direktur Jalan dan Jembatan Wilayah Timur Chairul Taher saat mendampingi Kunker Komisi V DPR RI ke Papua.
Disadari bahwa Papua memiliki potensi alam yang sangat baik. Hanya saja, dana yang dialokasikan untuk pembangunan jalan di Papua masih belum mencukupi. Selain itu, ketersediaan bahan baku serta dana yang terbatas menyebabkan pembangunan infrastruktur di Papua mengalami kendala. Harga semen di beberapa wilayah di Papua mencapai Rp 1 juta per sak. Dikarenakan biaya distribusi bahan baku masih sangat tinggi.
Menurut Chairul, 11 ruas jalan strategis – prioritas di Provinsi Papua 2010 – 2014 akan sangat mendukung perekonomia. Karena, ruas-ruas tersebut menghubungkan pusat-pusat perekonomian yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian, menekan biaya transportasi dan membuka daerah terisolasi di Papua.
Tujuh ruas jalan strategis antara lain Nabire-Wagete-Enarotali (262 km), Timika-Mapurujaya-Pomako (39,6 km), Serui-Menawi-Saubeba (499 km), Jayapura-Wamena-Mulia (733 km), Jayapura-Sarmi (364 km), Jayapura-Hamadi-Holtekamp-batas Papua New Guinea (53 km), Merauke-Waropko (557 km) dengan total 2.056,6 km yang sudah fungsional.
Sedangkan empat ruas jalan prioritas Provinsi Papua sepanjang 361 km antara lain Depaprebonggrang, Wamena-Hebema-Habema-Kenyam, Wamena-Timika-Potowaiburu-Enarotali, ring road Jayapura. Untuk memenuhi pembangunan 7 ruas strategis dan 4 ruas prioritas tadi diperlukan dana sekitar Rp 9,78 triliun.
Untuk kawasan Perbatasan, pemerintah juga tengah melakukan peningkatan jalan di daerah Skhow dan Merauke. Ruas jalan yang membatasi Indonesia dengan Papua New Guine sepanjang 500 km dari Merauke hingga Waroko. Kondisi jalan di perbatasan saat ini sepanjang 120 km sudah beraspal. Sisanya masih jalan tanah.
“Peningkatan jalan di perbatasan akan terus ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan dengan wilayah lain dan negara tetangga. Selanjutnya akan dibuat program multi years selama tiga tahun. Jika ruas jalan di perbatasan sudah selesai akan diarahakan ke pembangunan ke wilayah tengah, hingga ke Pegunungan Bintang dan Wamena.

selengkapnya......

 

© free template by Dinas PU Papua